Selain itu OJK juga telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengingatkan dan meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk melakukan langkah-langkah dan mitigasi risiko yang diperlukan agar produk atau layanan keuangan fintech P2P lending tidak digunakan sebagai sarana kejahatan ekonomi seperti judi online, pencucian uang, pendanaan terorisme, pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, maupun tindak kejahatan ekonomi lainnya.
2. Meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk memuat pernyataan peringatan kepada konsumen dengan menggunakan huruf kapital yang dapat menarik perhatian pembaca pada laman utama yang langsung dapat terlihat pada halaman website maupun aplikasi, seperti berikut:
PERINGATAN: “HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI.”
3. Sedang menyusun peraturan tentang industri fintech P2P lending (Rancangan POJK), sebagai penyempurnaan atas regulasi sebelumnya yang berisi antara lain, penguatan kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola (antara lain larangan pemegang saham pengendali/mayoritas sebagai pengelola/direksi penyelenggara) dan perlindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif dan UMKM.
Baca juga: Hingga Juni OJK Terima 14.052 Pengaduan, Paling Banyak Soal Fintech Lending
Pengaturan perlindungan konsumen dan masyarakat
Terkait perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Dalam aturan tersebut, OJK mengatur beberapa hal seperti: