Zulfi berbicara bersama Ketua Majelis Tinggi The Hud Institute Andrinof A Chaniago, serta dua Ketua Muhamad Joni dan Ade Armansyah. Menurut Zulfi, problem pengadaan rumah rakyat di Indonesia bukan hanya pembiayaan, tapi juga harganya yang cepat meningkat, yang berujung pada pembengkakan anggaran subsidinya.
Pemerintah bisa menekan peningkatan harga rumah itu seminimal mungkin. Antara lain melalui kontrol atas pasokan dan permintaan bahan bangunan utamanya. Kemudian memberikan insentif pajak. Dengan demikian harga rumahnya lebih terjangkau dan anggaran subsidinya tidak membebani APBN.
Zulfi bercerita, di era Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Akbar Tandjung pertengahan 90-an, pemerintah pernah membuat program semen murah untuk perumahan subsidi.
“Semennya khusus sesuai spesifikasi rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Program itu berjalan, tapi tidak berlanjut karena keburu datang krismon (krisis moneter 1997-1998),” kata mantan Deputi Bidang Perumahan Kemenpera itu.
Baca juga: BP3 Bisa Jadi Mesin Penggerak Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran
Cara lain menekan peningkatan harga rumah rakyat itu adalah dengan menyediakan lahannya. Menurut Andrinof, tanah merupakan masalah besar. Pasalnya, 70 persen penyediaan rumah ada di perkotaan. Padahal, di perkotaan stok tanah terbatas dan sudah tinggi harganya.
Salah satu solusinya, pemerintah menyediakan lahan-lahan eks perumahan negara, BUMN, BUMD, pemda, dan lain-lain untuk pembangunan rumah rakyat. “Bentuk rumahnya vertikal. Status huniannya bisa sewa atau hak milik selama jangka waktu tertentu,” jelas mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas itu.