URBANCITY.CO.ID – Menyusul pemotongan bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) sebesar 50 bps menjadi 4,75-50 persen, modal asing portofolio ramai-ramai memindahkan dana ke negara-negara emerging market termasuk Indonesia.
Modal asing portofolio adalah dana likuid yang diinvestasikan entitas luar negeri di surat utang dan surat berharga yang diterbitkan di sebuah negara.
Lazimnya ketika dolar AS menguat, investasi portofolio itu keluar dari sebuah negara untuk diparkir di instrumen surat berharga dalam dolar AS (USD), seperti surat berharga yang diterbitkan pemerintah AS (US Treasury Note).
Sebaliknya, ketika kurs dolar mengendur dan imbal hasil (yield) yang ditawarkan surat berharga dalam USD menurun, investasi portofolio itu dipindahkan ke negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang yield surat berharganya dinilai lebih menguntungkan.
Karena mudah berpindah-pindah, investasi portofolio sangat mempengaruhi nilai tukar mata uang sebuah negara. Ketika investasi asing portofolio membanjir masuk, kurs mata uang sebuah negara seperti rupiah akan menguat. Begitu pula sebaliknya.
Menurut keterangan resmi Bank Indonesia, Jum’at (20/9/2024), selama 17 -19 September 2024 saja, asing tercatat beli neto surat berharga dan surat utang di Indonesia senilai Rp25,60 triliun.
Terdiri dari beli neto Rp4,19 triliun di pasar saham, Rp19,76 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) terbitan pemerintah Indonesia, dan Rp1,66 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Total selama tahun 2024 sampai 19 September 2024, asing beli neto Rp51,85 triliun di pasar saham, Rp21,39 triliun di pasar SBN, dan Rp186,85 triliun di SRBI.