Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi serta mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing), OJK memperpanjang kebijakan itu hingga 31 Maret 2022 melalui POJK No. 48/POJK.03/2020, namun dengan penerapan manajemen risiko yang lebih ketat (stringent), guna memastikan implementasi kebijakan tepat sasaran dan terhindar dari moral hazard.
Pada 10 September 2021 melalui POJK No. 17/POJK.03/2021, OJK kembali memperpanjang kebijakan stimulus hingga 31 Maret 2023, untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit, dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Baca juga: Survei OJK: Perbankan Optimis dengan Kinerjanya
November 2022 OJK menilai perekonomian domestik mulai pulih, namun masih terdapat segmen dan sektor yang memerlukan waktu untuk pulih. Karena itu melalui KDK No.34/KDK.03/2022, OJK kembali memperpanjang stimulus hingga 31 Maret 2024 guna mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) memulihkan kinerja. Kebijakan tersebut tetap disertai dorongan kepada perbankan untuk membentuk cadangan (buffer) yang memadai guna memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
Mempertimbangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, segmen UMKM, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, dan Provinsi Bali menjadi target perpanjangan kebijakan stimulus lanjutan itu.
Penerapan kebijakan perpanjangn stimulus yang mendukung segmen, sektor, industri, dan daerah tertentu (targeted) itu diimbangi dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent), dan memperhatikan arah normalisasi kebijakan sejalan dengan yang dilakukan negara-negara lain (common practices), sehingga dapat mempersiapkan industri perbankan kembali ke kondisi normal secara terkendali saat stimulus berakhir 31 Maret 2024.