URBANCITY.CO.ID – Di pesisir Karawang, para petani rumput laut masih berjibaku dengan tantangan cuaca dan rendahnya harga jual hasil panen.
Dalam wawancara yang dilakukan, seorang petani mengungkapkan bahwa proses panen sangat bergantung pada kondisi alam.
“Kalau panas kenceng, satu hari udah kering,” ujarnya, menjelaskan bahwa pengeringan rumput laut bisa berlangsung cepat saat cuaca mendukung.
Namun, ia menuturkan risiko besar muncul ketika hujan turun di tengah proses pengeringan. Rumput laut yang sedang dijemur bisa berubah warna menjadi putih dan kualitasnya menurun drastis.
“Kalau ini pengeringan terus ada hujan, malah nanti jelek, posisinya putih gitu. Enggak layak kalau begini. Jadi sia-sia, paling jadi umpan pakan bandeng,” katanya.

Dalam sehari, satu tambak mampu menghasilkan sekitar lima hingga enam kwintal rumput laut basah. Jika cuaca terus bersahabat tanpa hujan, produksi bisa mencapai sepuluh ton dalam waktu satu bulan.
Rumput laut yang baru diangkat dari tambak relatif aman dari kerusakan karena tidak mengalami perubahan warna meski masih basah.
Soal harga, petani mengungkapkan bahwa nilai jual di tingkat tambak masih tergolong rendah. “Per kilo itu paling tinggi sampai Rp4.000. Tapi itu pun pemilik tambak cuma dapat Rp3.000, soalnya buruh panen dapat Rp1.000 per kilo,” jelasnya. Setelah dari petani, rumput laut biasanya dijual ke tengkulak sebelum dikirim ke pabrik pengolahan.