URBANCITY.CO.ID – Citra Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer lending, yang lebih dikenal sebagai pinjaman online (pinjol), dewasa ini cenderung negatif.
Penyebabnya terutama adalah perilaku pinjol ilegal atau tak berizin yang semaunya menjalankan bisnis, memperlakukan konsumen dengan tidak pantas, dan mengenakan bunga secara ugal-ugalan. Jumlah pinjol ilegal itu jauh lebih banyak daripada pinjol legal yang hanya 97 unit.
Di pihak lain pinjol legal atau sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga bukan tidak punya sisi negatif.
Terutama dalam pengenaan bunga yang tinggi sehingga diplesetkan orang sebagai rentenir online. Cara penagihan sebagian perusahaan fintech lending legal juga yang mengintimidasi atau tidak sopan.
Guna menepis citra negatif itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengenalkan kata baru untuk mengganti istilah pinjol, yaitu pindar atau pinjaman daring. Istilah pindar diharapkan berasosiasi dengan pinjol legal atau berizin.
OJK menyerahkan soal perubahan istilah itu kepada asosiasi atau industri fintech lending. Tugas OJK mendorong industri fintech lending untuk terus meningkatkan dan memelihara citranya di masyarakat, sebagai implementasi penguatan tata kelola dan manajemen risiko penyelenggara LPBBTI.
“Salah satu langkah (memelihara citra positif) yang dilakukan industri adalah memperkenalkan nama pinjaman daring (pindar) untuk LPBBTI yang legal atau berizin OJK,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman melalui keterangan resmi, Selasa (17/12/2024).