Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menambahkan, regulasi pemerintah juga mempengaruhi ekspansi di industri pengolahan. Contohnya, rencana pemerintah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan yang membuat pelaku industri menahan diri.
Ia kembali menyinggung ketidakjelasan data isi 26.415 kontainer barang impor di pelabuhan dari Kemenkeu, yang sejak beberapa bulan telah dilepaskan ke pasar dalam negeri.
Akibatnya, Kemenperin belum bisa menyusun kebijakan atau langkah-langkah mengantisipasi banjirnya produk jadi impor tersebut.
“Kemenko Perekonomian telah memfasilitasi pertemuan antar kementerian/lembaga terkait, namun kejelasan datanya tetap belum ada,” ujarnya. Di sisi lain, importir makin mempercepat proses impor barang jadi untuk mengantisipasi pembatasan impor ke depan.
Seperti pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), larangan terbatas, dan pengalihan pintu masuk barang impor untuk tujuh komoditas ke tiga pelabuhan di timur Indonesia (Sorong, Bitung, dan Kupang).
Febri menyatakan, untuk mendorong ekspansi industri manufaktur, Kemenperin akan terus mendorong percepatan perluasan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Kemudian penerapan BMAD terutama untuk industri terdampak seperti keramik dan kertas, penerapan SNI, serta percepatan pembatasan barang impor dan penegakan hukum atas impor ilegal.
“Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri perlu diprioritaskan pengesahannya, agar bisa menjadi game changer bagi industri manufaktur,” kata Febri.