Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi USD407,3 Miliar
Di sisi lain BI tidak punya pilihan lain kecuali menaikkan BI rate untuk menjaga kurs rupiah yang mengendor terhadap dolar AS, akibat meningkatnya tensi geopolitik global menyusul tetap tingginya bunga The Fed dan perluasan konflik di Timur Tengah. Investor asing buru-buru menarik dana dari emerging market seperti Indonesia untuk dipindahkan ke dolar AS (safe haven), yang membuat nilai rupiah terhempas. Sepanjang tiga hari pada pekan ketiga April lalu saja, lebih dari Rp21 triliun modal asing hengkang dari Indonesia.
Menghadapi situasi itu, BI memang bisa melakukan intervensi di pasar untuk mencegah pemburukan rupiah lebih jauh. Tapi, dalam istilah Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja kepada pers tiga hari lalu, saat ini permintaan dolar juga sedang banyak. Antara lain karena musim libur Lebaran, pembagian deviden yang sebagian dinikmati investor asing yang mengalirkannya ke luar, impor barang modal karena dunia usaha mulai berkekspansi, dan lain-lain.
Jadi, intervensi itu hanya seperti membuang garam ke laut. Tidak ada artinya alias hanya menguras cadangan devisa. Karena itu menurutnya, kenaikan suku bunga acuan dapat menjadi pilihan supaya asing tertarik mempertahankan dana atau masuk membawa dolar AS, yang akhirnya memang ditempuh BI kemarin. Sebelumnya BI sudah melakukan triple intervention untuk menjaga nilai tukar rupiah yang memburuk dua minggu terakhir. Yaitu, intervensi terhadap pasar spot dan Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), serta intrevensi berupa pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Namun, rupiah tetap terus melemah.