URBANCITY.CO.ID – Gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengirim sejumlah pelajar yang dicap “nakal” ke barak militer untuk menjalani pendidikan karakter selama 14 hari dipertanyakan sejumlah praktisi hukum dan pemerhati sosial lantaran tidak ada dasar hukumnya, tidak ada kajiannya, dan tidak ada panduan kurikulumnya.
Alih-alih menjadi tidak “nakal”, anak-anak itu justru dikhawatirkan mempelajari nilai-nilai yang tidak cocok dengan usianya, semakin agresif, dan bahkan kehilangan daya kreativitas.
Mantan Wakil Ketua Badan Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Erwin Partogi menegaskan, barak militer bukan solusi terbaik mengatasi kenakalan anak-anak dan remaja. “Sesuai ketentuan undang-undang, barak militer diproyeksikan untuk pendidikan strategi pertahanan dan ketertiban negara, termasuk kemungkinan berperang. Sangat tidak cocok bila barak militer diterapkan bagi penanganan kenakalan anak-anak dan remaja,” tegasnya kepada Jakartadaily, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca juga : MIND ID Persiapkan Generasi Emas 2045 dengan Pendidikan Berkualitas
Karena itu, Edwin menghimbau agar gubernur lain di seluruh Indonesia tidak meniru gagasan Dedy Mulyadi, yang telah digulirkan menjadi Program Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak dan Remaja di wilayah Jawa Barat.
Sebab, pemicu utamanya tidak melulu bersumber dari individu pelakunya. Boleh jadi pemicu utama kenakalan anak-anak dan remaja berasal dari sistem pendidikan buruk, latar belakang keluarga (broken home), dan lingkungan sosial (kemiskinan terstruktur).