Maka ia meminjam uang Rp80 juta ke bank untuk melunasinya. Untuk pinjaman Rp80 juta itu bank mengenakan bunga, misalnya 10% per tahun.
Ekonomi syariah menyebut bunga utang itu riba. Dan riba diharamkan dalam Islam, meskipun pengertian riba sendiri masih terus menjadi silang pendapat. Apakah bunga kredit bank yang notabene lembaga ekonomi (bukan perorangan) bisa disebut riba?
Jadi, pada KPR syariah bila seseorang ingin membeli rumah tapi tidak mampu membayarnya tunai, dia bisa minta bantuan bank syariah membelikannya.
Sebagai bentuk keseriusan, pemesan membayar tanda jadi dan/atau uang muka. Setelah membelinya, bank syariah menjual rumah tersebut kepada konsumen dengan menambahkan margin keuntungan. Selanjutnya konsumen mencicil pembelian rumahnya ke bank selama kontrak yang disepakati.
Akad jual beli itu dalam ekonomi syariah disebut murabahah. Bila rumahnya masih inden, transaksinya memakai akad istishna’ walmurabahah atau perjanjian pemesanan suatu barang. Setelah rumahnya jadi, baru dibuatkan kontrak jual beli.
Baca juga: Catat, Segini Biayanya Kalau Beli Rumah Baru
Selain untuk pembelian rumah, akad istishna’ walmurabahah bisa juga digunakan bank untuk membiayai pengembangan perumahannya oleh developer. Karena berupa jual beli, margin KPR syariah sudah ditentukan fixed (tetap) di awal kontrak jual beli, dan tidak berubah sampai cicilan rumah lunas pada waktu yang disepakati dalam kontrak.
Dalam praktik untuk keperluan promosi, bank bisa mengenakan margin fixed itu secara bertahap. Misalnya, selama tiga tahun pertama marginnya 10 persen per tahun. Setelah itu sampai masa cicilan rumah lunas, 12 persen per tahun.