Menurut Presiden, saat ini dunia sedang tidak dalam situasi baik-baik saja karena banyak fenomena domestik negara lain yang berdampak global.
Situasi tersebut antara lain persoalan inflasi dan tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS), perlambatan dan krisis properti di Tiongkok, hingga peningkatan tensi geopolitik berupa perang di Ukraina dan Gaza.
“Oleh sebab itu, dampak dari perang yang ada harus sama-sama kita antisipasi. Karena kalau sudah yang namanya perang ini ganggunya ke mana-mana. Gangguan rantai pasok global, lonjakan harga pangan, lonjakan harga energi, semuanya akan terdampak semuanya,” jelasnya.
Baca Juga: Tekankan Anggaran Harus Tepat Sasaran, Presiden Serahkan DIPA dan TKD 2024
Selain situasi tersebut, dunia juga saat ini merasakan langsung dampak perubahan iklim, terutama pada situasi pangan di Indonesia. Pemanasan global telah membuat produksi pangan Indonesia menurun, ditambah dengan pembatasan ekspor pangan dari 22 negara.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Presiden Jokowi bersyukur bahwa ekonomi Indonesia masih tumbuh dan stabil di kisaran 5 persen, serta inflasi yang cenderung stabil pada kisaran 2,6 persen.
Sebagai perbandingan, Presiden Jokowi menyebut pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara, antara lain, Malaysia 3,3 persen, AS 2,9 persen, Republik Korea 1,4 persen, dan Uni Eropa 0,1 persen.
“Artinya apa? Kita harus optimistis, tetapi tetap harus waspada, tetap harus hati-hati. Waspada pada perubahan yang super cepat, perubahan terhadap disrupsi teknologi yang juga super cepat. Memang kita harus prudent dalam melangkah, tetapi juga jangan terlalu hati-hati. Kredit terlalu hati-hati, semuanya terlalu hati-hati, akibatnya kering perputaran di sektor riil,” pungkasnya.