URBANCITY.CO.ID – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, mengkritik keras kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang dinilai tidak memiliki dasar ekonomi yang logis.
“Cara mereka menentukan reciprocal tariff yang dikenakan kepada negara-negara, perhitungannya itu tidak memiliki satu basis ekonomi yang jelas,” tegas Fadhil dalam Diskusi Publik “Waspada Genderang Perang Dagang” di Jakarta, Jumat.
Baca juga : Uni Eropa Tanggapi Kebijakan Tarif Trump: Perang Dagang Merugikan Semua Pihak
Indonesia masuk daftar negara yang dikenakan kenaikan tarif AS sebesar 32%, menempati peringkat kedelapan. Padahal, menurut Fadhil, klaim AS bahwa Indonesia memberlakukan tarif 64% terhadap produk mereka sangat tidak akurat.
“Padahal, tarif yang diberikan oleh Indonesia terhadap barang Amerika hanya sekitar 8-9 persen,” jelasnya.
Dasar Hitungan AS Dianggap Ngawur
Fadhil membeberkan, AS menghitung tarif berdasarkan defisit perdagangan Indonesia-AS sebesar $16,8 miliar. Mereka membagi angka itu dengan total impor AS dari Indonesia ($28 miliar), lalu klaim tarif Indonesia 64%.
“64 persen itulah kemudian mereka anggap sebagai tarif yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia kepada produk Amerika,” ujarnya.
Baca juga : Pasca Pengumuman Tarif Trump, Harga Komoditas Terjun Bebas: Minyak, Batu Bara, dan CPO Tertekan
AS juga menuduh Indonesia melakukan currency manipulation dan menerapkan *non-trade barriers* (NTB), meski menghitung NTB sangat sulit.
Ekonom AS pun Menertawakan