Karena itu BI menyebut risiko perekonomian global tahun depan makin tinggi. Bukan hanya karena meningkatnya ketegangan geopolitik, tapi juga karena fragmentasi perdagangan tersebut.
Fragmentasi perdagangan itu juga akan membuat inflasi dunia kembali meningkat, karena harga barang-barangnya lebih tinggi.
Baca juga: Data BI Ini Menunjukkan Ekonomi Makin Lesu pada September 2024
Sebaliknya di AS, proses penurunan inflasi yang saat ini 2,7 persen akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan bunga acuan bank sentral AS, The Fed, atau Fed Funds Rate (FFR), akan lebih terbatas.
Semula BI memperkirakan FFR akan turun 75-100 bps atau 3-4 kali tahun depan. Tapi, dengan Trump menjadi presiden, penurunannya diperkirakan hanya 50 bps atau 2 kali saja. “Desember mendatang The Fed diperkirakan hanya akan memangkas suku bunga 25 bps saja,” ujar Perry.
Di pihak lain kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar dengan menerbitkan surat utang, akan mendorong kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS, US Treasury.
Akibatnya, dolar AS makin menguat secara luas, karena berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan portofolio investasinya kembali ke AS karena yield-nya yang lebih menarik.
“Semua itu mendorong pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia termasuk rupiah (terhadap dolar AS) semakin tinggi, karena aliran keluar investasi portofolio asing tersebut,” jelas Perry.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS