URBANCITY.CO.ID – Yield atau imbal hasil instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), memang sengaja dibuat lebih tinggi dibanding Surat Berharga Negara (SBN) terbitan pemerintah.
Tujuan utamanya untuk memikat masuknya aliran modal asing portofolio ke Indonesia, guna memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi.
Hal itu dinyatakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (17/7/2024).
Dengan yield yang lebih tinggi, jangan heran SRBI lebih diminati pasar ketimbang SBN. Yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 tercatat 7,30 persen, 7,39 persen, dan 7,43 persen. Sedangkan yield SBN tenor 2 dan 10 tahun per 16 Juli 2024 masing-masing 6,68 persen dan 6,95 persen.
Menurut Perry, saat ini pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia, tengah bersaing mendapatkan aliran modal asing di tengah ketidakpastian pasar global yang masih tinggi.
Ia menyebutkan, imbal hasil SRBI yang lebih tinggi ditetapkan dengan melihat perkembangan pasar keuangan Amerika Serikat (AS), sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Saat ini yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun sudah lebih tinggi dibanding yang bertenor 10 tahun, seiring dengan tingginya defisit anggaran pemerintah AS.
Karena itu imbal hasil SRBI yang telah ditetapkan BI cenderung lebih tinggi dari SBN, guna menarik minat investor menempatkan dana di SRBI.
Jadi, guna melindungi ekonomi Indonesia dari spillover Fed Fund Rate (bunga acuan bank sentral AS), US Treasury Notes (bunga surat utang pemerintah AS), dan gejolak dolar AS, BI sengaja mengarahkan yield SRBI menjadi lebih tinggi.