URBANCITY.CO.ID – Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada November 2024 masih terkontraksi sebesar 49,6, meningkat dari PMI Oktober 2024 sebesar 49,2.
Dengan demikian selama lima bulan berturut-turut sejak Juli 2024, industri pengolahan atau manufaktur yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia itu terkontraksi.
Indeks < 50 menunjukkan kondisi manufaktur terkontraksi (melemah), sedangkan indeks >50 berarti industri pengolahan berada di zona ekspansi (menguat).
Pada Juni 2024 manufaktur Indonesia masih berada di zona ekspansi dengan PMI 50,7, melanjutkan ekspansi selama 34 bulan berturut-turut.
Namun, PMI Juni 2024 itu sudah berada di zona bahaya karena terus merosot dibanding PMI bulan-bulan sebelumnya. Pada Mei 2024 misalnya, PMI manufaktur tercatat 52,1 dan April 52,9.
PMI manufaktur adalah indikator ekonomi yang menunjukkan kondisi industri pengolahan (produsen barang). Indeks PMI didapat dari survei bulanan terhadap manajer pembelian (purchasing) di perusahaan manufaktur.
Maul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, di situs resminya menyatakan, manufaktur Indonesia mengalami kontraksi karena melemahnya permintaan (pesanan baru), menurunnya produksi, dan lapangan pekerjaan.
Dengan kata lain, manufaktur Indonesia lesu. Tercermin dari inflasi biaya perusahaan yang mengecil, bahkan di bawah tren historisnya. Dampak lebih jauh, kebutuhan terhadap pekerja menurun, pekerja eksisting dikurangi (PHK).
Karena pesanan atau permintaan menurun dan stok menumpuk, perusahaan mengurangi pembelian yang tercermin dari kontraksi PMI manufaktur tersebut.