Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief di Jakarta, Senin (2/12/2024), kendati PMI November terkontraksi lagi, berdasarkan rilis S&P Global, skor PMI Indonesia naik sedikit sebesar 0,4 dibanding Oktober.
Baca juga: PMI Bank Indonesia Menunjukkan, Kinerja Industri Pengolahan Memang Merosot
Peningkatan skor itu walaupun masih di zona kontraksi, lebih baik dibanding negara ASEAN lain seperti Malaysia dan Vietnam yang mengalami penurunan skor dari bulan sebelumnya, masing-masing sebesar 0,3 dan 0,4.
“Kenaikan sedikit skor PMI manufaktur Indonesia itu lebih karena resiliensi (ketangguhan) industri manufaktur dalam negeri,” kata Febri.
Febri menyatakan, pihaknya tidak heran dengan PMI manufaktur Indonesia yang cenderung mandeg di bawah 50, saat sebagian besar negara ASEAN memiliki PMI manufaktur di atas 50 atau ekspansif.
“Masih banyak regulasi yang belum mendukung industri dalam negeri, padahal regulasi tersebut dibutuhkan. Bahkan, regulasi yang ada saat ini mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya,” ujarnya.
Selain itu gempuran produk jadi impor baik legal maupun ilegal, ditengarai masih menjadi penyebab PMI manufaktur Indonesia November kembali terkontraksi.
Pasar domestik dibanjiri produk impor, menekan permintaan atas produk dari industri dalam negeri. Hal itu juga dipengaruhi pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang membuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor.
Perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain menunjukkan, betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia bagi produk impor.