Kepesertaan Tapera misalnya, wajib bagi semua pekerja penerima upah baik di pemerintahan, maupun BUMN, BUMD, BUMDes, dan perusahaan swasta, serta pekerja mandiri. Kepesertaaan itu diterapkan secara bertahap. Dimulai dari ASN (PNS dan P3K), dilanjutkan dengan anggota TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD/BUMDes, serta terakhir pekerja swasta. Paling lambat tahun 2027 semua jenis pekerja sudah menjadi peserta Tapera.
Baca juga: Ini Dia Komisioner Tapera 2024-2029
Iuran (simpanan) peserta Tapera juga tidak berubah, 3% dari upah atau dari penghasilan yang dilaporkan untuk pekerja mandiri. Sebanyak 2,5% dari iuran itu dipungut dari upah pekerja, 0,5% menjadi beban pemberi kerja.
Sedangkan pekerja mandiri, membayar sendiri simpanan 3% dari penghasilan yang dilaporkan. Yang diubah pada PP 21/2024 hanya hal ihwal seperti bank kustodian, penempatan dana FLPP di Tapera, bank penyalur pembiayaan Tapera, istilah iuran, otoritas yang menghitung besarnya simpanan menurut jenis pekerja, dan lain-lain.
Saat UU Tapera digodok di DPR, juga setelah disahkan dan terbitnya PP 25/2020, muncul silang pendapat yang riuh soal kewajiban menjadi peserta Tapera dan besaran iurannya. Baik pengusaha maupun serikat pekerja menolaknya.
Sekarang pasca terbitnya PP 21/2024, silang pendapat serupa muncul lagi. Soal yang diributkan juga sama: iurannya. Menurut organisasi pekerja, iuran 2,5% dari upah itu memberatkan buruh.
Sementara pengusaha keberatan harus share iuran lagi 0,5% untuk Tapera. Dalihnya, pengusaha sudah sangat terbebani dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) dan BPJS Kesehatan yang disebut mencapai 18-19% dari upah.