Sektor industri, khususnya pengguna gas baik sebagai bahan baku maupun energi membutuhkan pasokan yang cukup dan harga yang kompetitif dalam jangka panjang.
“Untuk itu, Kemenperin memandang pentingnya pengaturan yang lebih komprehensif dalam rangka memberikan ruang bagi dunia industri agar dapat mengoptimalkan produksinya,” tegas Agus.
Sementara itu, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia, Kiki Verico mengatakan, Indonesia saat ini tidak dalam fase deindustrialisasi.
Pengertian deindustrialisasi itu, menurut Kiki, dialami oleh negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufakturnya lalu menurun (sunset), dan mulai digantikan negara lain yang manufakturnya baru take-off (sunrise).
Baca Juga: Pelu Akses, Kemenperin Fasilitasi Kemitraan Link & Match Industri Besar dengan IKM Alat Angkut
“Negara industri maju itu lalu bergeser backbone ekonominya dari industri manufaktur ke sektor jasa,” terangnya.
Kiki menekankan, kementerian lain perlu mendukung langkah yang telah dijalankan oleh Kemenperin untuk memperkuat sektor industri manufaktur. Sebab, ke depannya bisa meningkatkan ekspor Indonesia dan memberikan sumbangan lebih besar bagi perekonomian nasional.
“Jadi, bagaimana kita menarik investasi masuk kemudian meningkatkan ekspor. Nah, di sini peran Kemenperin bersama Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi (BKPM) harus harmonis, termasuk kebijakannya,” ungkapnya.
Selain itu, imbuhnya, jangan sampai kebijakan di perindustrian itu mendukung industri, sedangkan perdagangan dan investasinya tidak, kan jadi repot.