“Di subsektor perumahan kompensasi penerapan konsep ESG itu mungkin jauh lebih kecil. Sampai sekarang belum ada penelitiannya. Karena itu penerapan konsep keberlanjutan di subsektor perumahan tidak segandrung di perkantoran. Perlu peran pemerintah mendorong sektor perumahan menerapkan konsep hijau atau ESG itu,” tuturnya.
Herry Trisaputra Zuna membenarkan, upaya menerapkan konsep ESG termasuk di sektor properti dan pembiayaannya memerlukan sebuah gerakan. Ia mencontohlan gerakan tidak merokok di ruang publik dan transportasi umum yang cukup berhasil.
Juga inisiasi cashless di jalan tol yang sekarang akan dilanjutkan cukup dengan sensor. “Dulu biasa saja orang ngerokok di angkutan umum, bahkan di pesawat udara. Sekarang siapa yang berani melakukannya?” katanya.
Baca Juga: Kerek Daya Beli Rumah Dengan Memacu Economic Engine
Di bisnis properti ia menyebutkan Kementerian PUPR sedang menginisiasi gerakan Indonesia Green Affordabel Housing. Gerakan dimulai terlebih dulu di affordabel housing karena rumah subsidi itu diatur pemerintah pengembangan dan pembiayaan pemilikannya melalui pemberian subsidi.
Jadi, bisa lebih mudah memulai gerakannya karena rumah subsidi itu regulated dan kebutuhannya besar. Setelah itu gerakan bisa dilanjutkan ke perumahan komersial.
“Penerapan ESG di sektor perumahan memang tidak bisa serta merta, karena ini dilema juga, suplainya masih kurang dibanding kebutuhannya yang besar,” katanya.
Herry setuju diperlukan kerja sama semua pihak terkait untuk mengimplemntasikan konsep ESG di bisnis properti termasuk pembiayaannya. Juga diperlukan regulasi yang mendukung serta insentif, entah berupa kemudahan perizinan, pajak, pendanaan murah seperti dari Bank Dunia, dan lain-lain.