Defisit transaksi berjalan yang besar membuat sebuah negara rentan terhadap gejolak ekonomi global, dan kurang menarik di mata investor. Investor portofolio misalnya, mudah mengalihkan duitnya ke luar bila terjadi gejolak, yang membuat nilai tukar mata uang negara itu ambruk.
Pada triwulan II-2024 neraca transaksi berjalan Indonesia tercatat defisit USD3,0 miliar atau 0,9 persen dari produk domestik bruto (PDB), meningkat dibanding defisit USD2,4 miliar atau 0,7 persen dari PDB pada triwulan I-2024.
Baca juga: Impor Jauh Lebih Tinggi Dibanding Ekspor, Surplus Neraca Perdagangan Pun Anjlok
Sejak triwulan IV 2011 Indonesia terus mengalami defisit transksi berjalan, yang menjadi penyumbang utama defisit neraca pembayaran. Menurut IMF, defisit transaksi berjalan < 1,5 persen PDB masih dikategorikan normal.
Dengan defasit neraca pembayaran yang jauh lebih rendah, menurut BI, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni terjaga di angka USD140,2 miliar, atau setara pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Kalau neraca transaksi berjalan defisit, neraca perdagangan surplus. Disumbang defisit neraca perdagangan migas yang menurun dan surplus neraca perdagangan nonmigas yang relatif stabil.
Ekspor nonmigas tumbuh positif didukung perbaikan harga komoditas dan permintaan dari mitra dagang utama. Sementara impor nonmigas relatif stabil, dipengaruhi aktivitas ekonomi domestik yang terjaga.
Sedangkan neraca jasa juga defisit. Defisitnya meningkat dipengaruhi oleh defisit jasa perjalanan (travel), seiring pelaksanaan ibadah haji 2024. Defisit neraca pendapatan primer juga lebih tinggi, dipengaruhi oleh pembayaran dividen dan bunga/kupon sesuai pola triwulanan.