Ia menyebutkan, beberapa waktu lalu sejumlah anggota P3RSI sudah mendapatkan “surat cinta” dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama, berisi imbauan melaporkan usahanya untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Setelah mendatangi kantor pajak untuk menanyakan dan mendiskusikan surat tersebut, P3RSI berkesimpulan kantor pajak ingin menjadikan dana IPL apartemen sebagai obyek PPN.
“Ini membuat pengurus PPPSRS resah. Mencukupi biya pengelolaan dan perawatan apartemen yang sangat tinggi itu tidak mudah. Seringkali dana yang didapat defisit karena besarannya sudah tidak memadai, dan pengurus PPPSRS kesulitan menarik service charge dari sebagian penghuni,” jelas Adjit.
Sementara menaikkan IPL tidak mudah. Harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Tahun Anggota (RUTA), dan tidak jarang mendapatkan perlawanan dari penghuni yang keberatan dengan kenaikan itu, sehingga rapat gaduh dan memicu bentrok fisik.
“Boro-boro menaikkan IPL, dengan tarif IPL yang lama saja banyak penghuni yang menunggak. Apalagi sekarang mau ditambah PPN 11 persen, pasti penghuni makin terbebani dan keberatan,” ujar Adjit.
Ia menyatakan, bila service charge aparteman dikenakan PPN, logikanya IPL perumahan tapak yang ditarik RT/RW juga demikian. Selaras dengan prinsip UU Perpajakan yang setara untuk semua. Kenyataannya sejak dulu IPL yang dipungut RT/RW tidak pernah dipajaki.
Baca juga: 39.000 Unit Apartemen di Jabodetabek Belum Terjual
Kian Tanto mengungkapkan, karena sulitnya memenuhi biaya pengelolaan dan perawatan apartemen dari IPL yang dibayar penghuni, pengurus harus mencari pendapatan dari sumber lain, seperti menyewakan ruang-ruang pada bagian bersama dan benda bersama untuk aktivitas komersial.