URBANCITY.CO.ID – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, mengumumkan bahwa pemerintah akan menambah kuota rumah subsidi sebanyak 220.000 unit pada 2025. Dengan penambahan ini, total kuota rumah bersubsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk tahun ini menjadi 440.000 unit.
Maruarar menjelaskan, anggaran FLPP 2025 juga akan ditambah sekitar Rp 30 triliun, sehingga total anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 58,2 triliun. Penambahan anggaran ini diperoleh berkat dukungan dari Presiden Prabowo Subianto, DPR, dan Bank Indonesia.
Namun, Maruarar menegaskan bahwa pemerintah tetap akan menjaga keseimbangan antara kuantitas dan kualitas rumah yang dibangun. “Jangan hanya kuantitas yang naik, tapi kualitasnya turun,” ujarnya saat memberikan keterangan di kantornya, Kamis (27/3).
Baca Juga : Tantangan Besar Menghadang Prabowo Bangun 3 Juta Rumah Untuk Rakyat Miskin
Kualitas Rumah Subsidi Jadi Sorotan
Maruarar juga mengakui adanya masalah terkait kualitas rumah subsidi. Hal ini terungkap saat kunjungan kerjanya ke Bekasi, Jawa Barat, di mana ia menemukan rumah bersubsidi yang terendam air meski tidak ada hujan pada hari itu. Fenomena ini menunjukkan bahwa beberapa rumah subsidi yang dibangun memiliki kualitas yang tidak memenuhi standar.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PKP), Heri Jerman, menemukan bahwa ada 14 pengembang nakal di Jabodetabek yang terlibat dalam program FLPP. Pengembang-pengembang tersebut diduga menyalahgunakan tata kelola anggaran negara hingga mencapai Rp 2,53 triliun.
Heri menjelaskan bahwa masing-masing pengembang nakal tersebut membangun antara 1.000 hingga 1.200 unit rumah dalam program FLPP. Penyalahgunaan anggaran tercermin pada kualitas rumah yang tidak memenuhi standar kelayakan.
Sebanyak 60% dana FLPP tahun lalu bersumber dari anggaran negara, sementara 40% berasal dari PT Sarana Multigriya Finansial, Badan Layanan Usaha Kementerian Keuangan. Dengan demikian, sekitar Rp 1,5 triliun anggaran negara disalahgunakan oleh 14 pengembang tersebut.
Baca Juga : Pengembang Perumahan Bingung, Peran dalam Program 3 Juta Rumah Tak Jelas
Langkah Tegas pada Pengembang Nakal
Harga rumah FLPP di Jabodetabek pada tahun lalu tercatat sebesar Rp 185 juta per unit. Pengembang-pengembang nakal tersebut diduga berkontribusi sekitar 14% dari total anggaran program FLPP tahun lalu, yang mencapai Rp 18 triliun.
Heri telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap 14 pengembang tersebut guna memastikan apakah pembangunan rumah dengan kualitas buruk telah merugikan negara atau tidak. Jika terbukti, pengembang nakal tersebut akan diminta untuk memperbaiki rumah yang sudah dihuni. Jika tidak ada tindakan perbaikan, Heri menegaskan akan menyerahkan kasus ini kepada aparat penegak hukum.
“Kami memberikan kesempatan pada pengembang untuk memberikan yang terbaik pada bangsa dan negara, jangan hanya memikirkan keuntungan. Lagipula, kami sudah menghitung bahwa para pengembang masih bisa untung dengan skema yang benar,” ujar Heri.