“Fakta yang terjadi justru sebaliknya. Permendag itu tidak mensyaratkan Pertek atau rekomendasi untuk impor barang jadi ke Indonesia, sehingga semua produk TPT, terutama produk jadi, dibukakan pintu impor seluas-luasnya oleh kebijakan tersebut,” jelas Febri.
Ia kembali menegaskan, Kemenperin tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim yang kondusif bagi industri pengolahan dalam negeri. Kebijakan kementerian/lembaga (K/L) lain juga sangat menentukan kinerja manufaktur.
“Kemenperin sudah meng-exercise semua tugas pokok dan fungsi sebagai pembina industri demi mendongkrak pertumbuhan manufaktur, guna mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8 persen. Karena itu kami berharap K/L yang punya kebijakan terkait manufaktur bersinergi dengan merilis kebijakan yang berdampak positif bagi sektor industri,” ujar Febri.
Baca juga: Kinerja Manufaktur Terus Melorot, PR Presiden Baru
Salah satu kebijakan K/L lain yang saat ini mendesak, adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi.
Sebelumnya Kemenperin sudah mengusulkan BMTP pakaian jadi itu dan kemudian dibahas di Bandung. Namun K/L terkait masih menolak usulan tersebut.
“Sektor industri benar-benar butuh perlindungan pasar untuk produk jadi atau produk hilir. Jadi, perlu segera tindakan nyata agar industri manufaktur domestik bisa bertahan,” pungkas Febri.
Di tempat terpisah, pada hari yang sama Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, menyepakati manufaktur sebagai leading sector pembangunan ekonomi.