URBANCITY.CO.ID – Seorang pria berusia 60 tahun mengalami kondisi langka setelah mengikuti saran diet dari chatbot berbasis kecerdasan buatan, ChatGPT. Kasus ini dilaporkan dalam sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Annals of Internal Medicine pada 5 Agustus 2025.
Menurut laporan dari The Guardian, studi ini ditulis oleh tim ilmuwan dari University of Washington, Seattle, Amerika Serikat. Saran diet yang diberikan oleh ChatGPT ternyata membuat pria tersebut meracuni dirinya sendiri, yang berujung pada gangguan mental yang parah.
Sayangnya, studi ini tidak mengungkapkan identitas pria tersebut, lokasi, atau waktu kejadian yang tepat.
Kisah ini dimulai ketika pria itu memutuskan untuk menghilangkan garam dari pola makannya. Ia kemudian meminta ChatGPT untuk mencari alternatif pengganti garam. ChatGPT menyarankan natrium bromida, sebuah senyawa yang sebelumnya digunakan dalam industri farmasi dan manufaktur. Mengikuti saran tersebut, pria itu membeli natrium bromida dan menggunakannya sebagai pengganti garam meja selama tiga bulan.
Baca Juga : KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
Akibatnya, ia mengalami delusi paranoid dan harus dilarikan ke ruang gawat darurat rumah sakit. Yang lebih mengkhawatirkan, pria ini tidak memiliki riwayat masalah kesehatan mental sebelumnya. Ia bahkan meyakini bahwa tetangganya telah meracuni dirinya, sehingga enggan menerima air dari rumah sakit meskipun ia merasa sangat haus.
Paranoianya semakin meningkat, dan ia mulai mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan. Akhirnya, pria tersebut harus ditempatkan di ruang psikiatri secara paksa setelah mencoba melarikan diri selama perawatan.
Dilansir dari USA Today, dokter menyatakan bahwa pria itu menderita keracunan bromida, yang dikenal juga sebagai bromisme. Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis dan psikiatris, seperti jerawat, kelelahan, insomnia, dan haus berlebihan. Gejala lain yang mungkin muncul termasuk mual, muntah, diare, kejang, sakit kepala, dan bahkan koma.
Dahulu, bromisme lebih umum terjadi karena garam bromida mudah ditemukan dalam produk sehari-hari. Namun saat ini, senyawa ini sering digunakan dalam obat-obatan tanpa resep, yang dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri dan dermatologis.
Setelah dirawat di rumah sakit selama tiga minggu, kondisi pria tersebut mulai membaik secara bertahap.
Menanggapi kasus ini, perusahaan OpenAI, yang mengembangkan ChatGPT, menegaskan bahwa chatbot tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan saran kesehatan. “Syarat dan ketentuan kami menyatakan bahwa ChatGPT tidak dimaksudkan untuk digunakan dalam pengobatan kondisi kesehatan apa pun, dan bukan pengganti nasihat profesional,” jelas OpenAI. Mereka juga menambahkan bahwa tim keamanan mereka bekerja untuk mengurangi risiko dan telah melatih sistem AI untuk mendorong pengguna mencari bimbingan profesional.
Baca Juga : Petani Rumput Laut Terhimpit Cuaca dan Harga Murah
Studi yang meneliti kasus ini juga mencatat bahwa AI berisiko memberikan informasi tanpa konteks yang tepat. ChatGPT dan sistem AI lainnya dapat menghasilkan ketidakakuratan ilmiah dan tidak memiliki kemampuan untuk membahas hasil secara kritis, yang dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah kepada pengguna.