URBANCITY.CO.ID – Pada penutupan perdagangan Kamis, 22 Agustus 2024, nilai tukar rupiah tercatat pada level (bid) Rp15.595 per dolar AS (USD). Menguat dibanding saat penutupan perdagangan Kamis pekan lalu yang tercatat di level (bid) Rp15.740.
Bersamaan dengan itu imbal hasil atau yield SBN (Surat Berharga Negara) tenor 10 tahun turun ke level 6,63 persen. Begitu pula indeks USD atau DXY, melemah ke level 101,51, dan yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note 10 tahun turun ke level 3,852 persen.
Mengutip keterangan tertulis Bank Indonesia, Jum’at (23/8/2024), pada pembukaan perdagangan Jumat, 23 Agustus 2024, rupiah agak melemah ke level (bid) Rp15.600 per USD, diikuti kenaikan yield SBN 10 tahun ke level 6,66 persen.
Namun, saat penutupan perdagangan, rupiah di pasar spot ditutup menguat ke level Rp15.492 per USD atau 0,69 persen dibanding pembukaan perdagangan.
Penguatan rupiah itu terbilang paling tinggi di Asia setelah baht Thailand yang menguat 0,75 persen. Hampir seluruh mata uang negara Asia menguat terhadap dolar AS, kecuali peso Filipina, serta dolar Taiwan dan Hongkong yang sedikit melemah.
Baca juga: BI: Rupiah Masih Akan Menguat
Fluktuasi nilai tukar rupiah lazimnya terkait dengan aliran masuk modal asing portofolio. Banyaknya dana asing masuk ke Indonesia, lazimnya membuat kurs rupiah perkasa.
Berdasarkan data transaksi 19–22 Agustus 2024, nonresiden (asing) tercatat melakukan beli neto Rp15,91 triliun.
Terdiri dari beli neto Rp11,45 triliun di pasar SBN, Rp4,13 triliun di pasar saham, dan Rp0,33 triliun di SRBI (Sekuritas Rupiah BI).