URBANCITY.CO.ID – Mengikuti lesunya industri pengolahan atau manufaktur, penjualan lahan industri juga melemah. Marketbeat Cushman & Wakefield triwulan III (Q3)-2024 yang dirilis pekan lalu mencatat, selama triwulan III transaksi penjualan lahan industri di Jabodetabek hanya 52,70 hektar.
Angka itu naik sangat tipis (0,02 persen) secara tahunan (YoY), namun anjlok tajam dibanding triwulan II yang mencatat transaksi penjualan 182,90 hektar, atau melesat 184 persen dibanding triwulan I.
Sektor yang berhubungan dengan otomotif masih mendominasi permintaan lahan industri, mencapai 51 persen. Sebanyak 108 hektar dari 182,90 hektar transaksi lahan industri pada triwulan II misalnya, dilakukan
developer kawasan industri Subang Smartpolitan dengan raksasa otomotif China, BYD.
Setelah otomotif, kontributor transaksi lahan industri berikutnya adalah data center, tekstil, dan material bangunan.
Sektor lain yang juga menunjukkan transaksi lahan industri yang konsisten tahun ini, adalah Fast-Moving Consumer Goods (FMCG).
Kendati transaksi penjualan lahan industri pada triwulan III menurun tajam, Cushman memperkirakan permintaan akan terus meningkat, didorong oleh banyaknya permintaan aktif dari perusahaan asing yang berencana mendirikan pabrik di Indonesia.
Harga rata-rata lahan industri pada triwulan III meningkat 4,7 persen, mencapai Rp2.792.000/m2, tapi lebih karena faktor pelemahan nilai tukar rupiah.
Baca juga: Permintaan Lahan Industri Melesat, Didominasi Sektor Otomotif
Selama triwulan III tidak ada pasokan lahan industri baru di Jabodetabek, sehingga total persediaan lahan industri tidak berubah dari triwulan II sebesar 16.628 hektar.