URBANCITY.CO.ID – Kredit hijau atau kredit ramah lingkungan adalah kredit yang disalurkan ke sektor-sektor yang mendukung penurunan emisi gas rumah kaca atau keberlanjutan lingkungan (sustainable).
Misalnya, kredit hijau di sektor properti disalurkan kepada proyek-proyek yang desain dan penggunaan materialnya mampu mereduksi konsumsi energi fosil, dan atau menggunakan energi baru dan terbarukan.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyatakan di Indonesia penyaluran kredit hijau terus meningkat.
Kalau tahun 2019 baru Rp927 triliun, tahun 2020 naik menjadi Rp1.181 triliun, tahun 2021 Rp1.409 triliun, tahun 2022 Rp1.571 triliun, dan tahun 2023 meningkat lebih tinggi menjadi Rp1.959 triliun.
“Peningkatan itu dipengaruhi oleh dorongan regulator dan stakeholders, sehingga perbankan makin menganggap aspek pembiayaan berkelanjutan itu sangat penting,” kata Dian melalui keterangan tertulis, Minggu (15/9/2024).
Dian menjelaskan, realisasi penyaluran kredit hijau mengacu pada kategori berkelanjutan menurut Peraturan OJK (POJK) No 51/2017 dan POJK 60/2017, yang direvisi melalui POJK 18/2023 terkait pendefinisian Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).
Sebagai acuan kategori hijau yang lebih spesifik, OJK telah menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Di dalamnya terdapat definisi dan kategorisasi pembiayaan berkelanjutan. “Bank bisa mengacu kategori berkelanjutan pada setiap sektor dan subsektor berdasarkan ketentuan dan panduan tersebut,” ujar Dian.