Berbeda dengan nilai IKI kedua variabel lainnya, variabel produksi justru mengalami penurunan sebesar 1,12 poin atau menjadi kontraksi pada level 49,33, pertama kali terjadi sejak IKI dirilis.
“Hal ini diduga terjadi karena keputusan produsen untuk menghabiskan persediaan produk yang menumpuk sejak akhir tahun 2023,” ujar Febri.
Baca Juga: Cuan Dibalik Industri Pengolahan Daging, Mau Tau Potensinya?
Jika dilihat berdasarkan subsektornya, peningkatan nilai IKI pada Maret ini dipengaruhi oleh peningkatan nilai IKI pada 15 subsektor industri pengolahan, serta adanya 4 (empat) subsektor yang berubah level menjadi ekspansi.
Keempat subsektor tersebut antara lain subsektor industri komputer, barang elektronik dan optik; industri peralatan listrik; industri alat angkutan lainnya; dan industri pengolahan lainnya.
“Dengan demikian, jumlah yang mengalami ekspansi menjadi 21 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB tahun 2023 sebesar 96,20%. Adapun subsektor yang mengalami kontraksi adalah subsektor industri tekstil dan industri kayu, barang kayu dan gabus,” jelasnya.
Lebih detail, nilai IKI terbesar (ekspansi terbesar) masih dialami oleh industri minuman walaupun mengalami penurunan nilai IKI sebesar 0,59 poin akibat penurunan nilai IKI produksi sebesar 3,49 poin.
Baca Juga: Alhamdulillah, Ekspor Industri Manufaktur Tembus USD 187 M
Disusul oleh industri makanan yang mengalami kenaikan nilai IKI sebesar 0,94 poin melampaui industri farmasi, obat kimia dan tradisional.
Sedangkan kenaikan nilai IKI terbesar dialami oleh beberapa subsektor, antara lain industri pengolahan lainnya sebesar 5,91 poin dikarenakan peningkatan pesanan luar negeri dan domestik serta industri alat angkutan lainnya 4,37 poin akibat peningkatan pesanan domestik.