Yang jelas pemerintah ingin insentif tersebut dimanfaatkan oleh sebanyak mungkin masyarakat. Alasannya, makin banyak rumah yang ditransaksikan dengan memanfaatkan insentif PPN DTP, berarti makin tinggi ekonomi berputar.
“Jadi kita ingin insentif itu dipakai sebanyak-banyaknya, karena seperti yang dikatakan Pak Menko tadi, perumahan itu multiplier effect-nya salah satu yang paling tinggi (dalam perekonomian),” kata Suahasil.
Baca juga: Penjualan Rumah Anjlok, Rumah Kecil Paling Merosot
PPN dikenakan 11 persen atas setiap pembelian properti baru. Pemerintah melansir kebijakan PPN DTP sejak November 2023 sampai 31 Desember 2024, guna membantu menggairahkan bisnis properti yang lesu sejak sekian tahun terakhir.
Sejak 1 November 2023 – 30 Juni 2024 insentif diberikan 100 persen. Setelah itu sampai 31 Desember hanya 50 persen. Insentif PPN DTP bisa dimanfaatkan untuk pembelian properti yang sudah jadi seharga hingga Rp5 miliar.
Namun, yang bisa menikmati insentif hanya properti seharga paling tinggi Rp2 miliar. Sedangkan sisanya senilai hingga Rp3 miliar, PPN-nya harus dibayar penuh.
Sementara tentang kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, Menko Airlangga menyatakan, tetap akan berlaku karena sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Selama pasal tersebut belum dibatalkan dengan UU lain, maka kenakan PPN 12 persen awal tahun depan akan tetap terjadi,” katanya dalam sebuah acara di kantor Ditjen Pajak dua pekan lalu.