Ia menyatakan, pendapatan negara yang melampaui target, dan penerimaan pajak yang tumbuh kuat, menjadi faktor utama di balik berbagai prestasi itu.
Realisasi pendapatan negara 2023 mencapai Rp2.783,9 triliun, atau 5,56 persen di atas target APBN. Peningkatan pendapatan negara itu karena pulihnya perekonomian, peningkatan harga komoditas, dan pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Hasilnya, penerimaan pajak melebihi target APBN sehingga meningkatkan rasio pajak atau tax ratio 2023. Menkeu menambahkan, secara internal, tax ratio dipengaruhi oleh struktur ekonomi, kebijakan perpajakan, dan sistem administrasi perpajakan yang harus terus diefisiensikan.
Baca juga: Defisit APBN Juli 2024 Rp93,4 Triliun. Menkeu: Masih “On Track”
Dari sisi eksternal, pemerintah menghadapi situasi global yang menantang. Karena itu pemerintah terus bekerja sama dalam forum global taxation, agar Indonesia tidak terancam oleh base erosion profit shifting atau praktik penghindaran pajak antar negara.
Sementara belanja negara 2023 mencapai Rp3.121,2 triliun atau 100,13 persen dari pagu anggaran. Peningkatan realisasi belanja itu menunjukkan APBN menjadi instrumen untuk peredam shock, melindungi daya beli masyarakat, serta menjaga stabilitas ekonomi terutama saat terjadinya El Nino dan beberapa guncangan lainnya.
Sedangkan defisit serta realisasi pembiayaan yang bisa dikontrol rendah, menciptakan sisa lebih pembiayaan anggaran atau SiLPA yang sangat kecil Rp19,38 triliun.
“Jadi, tepatlah istilah APBN 2023 telah menyediakan payung sebelum hujan. Saat hujan (penurunan pendapatan negara) terjadi di 2024, harga komoditas drop, yang menyebabkan guncangan, kita telah menyediakan payungnya sejak 2023,” tutup Sri Mulyani.