“Sekarang isunya, apakah tanah (terlantar) itu lokasi dan peta topografinya cocok atau tidak (untuk perumahan), infrastruktur jalan menuju ke sana (lokasi tanah) cocok atau tidak (untuk mendukung pengembangan permukiman). Jadi, soal tanahnya no issue (tidak ada lagi isu),” jelas Menteri Nusron.
Awal tahun depan Kementerian ATR/BPN akan memaparkan bentuk peta topografi tanah terlantar 79 ribu hektar tersebut, apakah memang cocok untuk pengembangan permukiman atau tidak.
“Saat ini tim (ATR/BPN) sedang bekerja membuat peta, karena membuat peta itu tidak gampang. Nanti, teman-teman (stakeholder perumahan) bisa lihat cocok apa tidak (lahan tersebut untuk pengembangan permukiman),” papar Nusron.
Selain pemanfaatan tanah telantar, dalam Rakernas Himperra itu Menteri Nusron menyebutkan kebijakan lain Kementerian ATR/BPN terkait program 3 juta rumah.
Antara lain pembuatan Zona Nilai Tanah (ZNT), kegiatan pendaftaran, pengukuran, dan sertifikasi, Lahan Sawah Dilindungi (LSD), Rencana Detail Tata Ruang (RTR), Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta Hak Tanggungan (HT), balik nama, dan roya.
Terkait keluhan soal proses perizinan proyek perumahan dan sertifikasi lahannya di kantor pertanahan yang masih bertele-tele dan tidak jelas waktu dan biayanya, Menteri Nusron mengakuinya.
Kendati demikian Nusron menyatakan, ia juga tidak bisa langsung bertindak keras. Alasannya, ada ketimpangan beban kerja yang tinggi antara sebagian kantor pertanahan dengan sebagian lainnya.