URBANCITY.CO.ID – Berdasarkan data Indonesia Composite Bond Index (ICBI) per akhir Maret 2024, pasar obligasi domestik menguat tipis 1,14 persen secara bulanan (ytd) ke level 378,88.
Meskipun demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui, pasar obligasi Indonesia tidak sedang dalam zona akselerasi. Antara lain dipengaruhi oleh beberapa sentimen negatif.
Seperti meredanya euforia pemangkasan suku bunga bank sentral AS (FFR) yang sebelumnya diperkirakan turun 3 kali, saat ini peluangnya diprediksi hanya 1 kali.
Indikator lain, yield SBN (Surat Berharga Negara) yang meningkat sebesar 8,92 bps di seluruh tenor, dan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp31,35 triliun secara bulanan (ytd).
Namun, menurut keterangan tertulis Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang dipublikasikan kemarin, pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi korporasi, antara lain melalui penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS), masih cukup diminati.
Baca juga: OJK Kenakan Denda Rp33 Miliar Kepada 45 Pihak di Pasar Modal
Tercatat sampai Maret 2024 penghimpunan dana EBUS mencapai Rp26,05 triliun yang diterbitkan oleh 20 emiten. Jumlah pipeline penawaran umum obligasi saat ini memiliki nilai indikatif Rp30,10 triliun dari 32 perusahaan.
Sementara berdasarkan data Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE), sejak 2019 jumlah efek yang ditransaksikan serta jumlah issuer EBUS menunjukkan tren peningkatan. Jumlah rata-rata transaksi harian EBUS tahun ini masih cukup tinggi dibandingkan rata-rata tahunan sejak 2019.