URBANCITY.CO.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkomitmen memperkuat sektor jasa keuangan, dengan memastikan stabilitasnya di tengah meningkatnya risiko fraud dan ancaman finansial global.
Fraud adalah penyimpangan atau pembiaran untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, dan pihak lain di industri jasa keuangan, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Contoh farud itu antara lain kecurangan, penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, tindak pidana perbankan, dan sejenisnya.
Penguatan sektor jasa keuangan dari risiko fraud itu dilakukan melalui berbagai langkah. Antara lain penguatan regulasi anti-fraud, mendorong penerapan tata kelola yang baik, dan penggunaan supervisory technology dan artificial intelligence (AI) dalam pelaksanaan pengawasan.
Baca Juga: Dukung UMKM, OJK Rilis Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Lembaga Penjaminan
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena dalam Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Fraud Conference Asia Pacific 2024, bertema “Building Resilient Financial Systems” yang diadakan ACFE Global secara daring, 11-12 September 2024.
Sophia menyatakan, fraud di industri jasa keuangan (IJK) sangat kompleks. Karena itu diperlukan pendekatan kolaboratif antara OJK dan IJK, aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, dan pemangku kepentingan lain untuk menghadapinya.
“Dengan kolaborasi, semua pihak dapat menyelaraskan upaya dalam mendeteksi, mencegah, dan merespons fraud,” kata Sophia seperti dikutip keterangan tertulis OJK, Sabtu (14/9/2024).