Ia menjelaskan bahwa segmen pasar terbesar adalah kelas menengah, namun teknologi yang digunakan dalam properti hijau masih tergolong baru dan mahal. Hal ini membuat harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan properti konvensional.
Baca Juga: ASG EXPO 2025: Merayakan Keberagaman Budaya Nusantara dalam Pameran Properti
“Kalau kita lihat dari sisi pasar, sebenarnya segmen terbesar adalah kelas menengah. Namun, teknologi yang digunakan dalam properti hijau masih tergolong baru dan mahal. Hal ini membuat harga jualnya lebih tinggi dibandingkan properti konvensional,” ungkap Dwi Novita.
Meskipun harga properti hijau yang tinggi membuat banyak pengembang ragu untuk berinvestasi, Dwi Novita tetap optimis. Ia percaya bahwa dengan dukungan pemerintah dan insentif yang tepat, properti hijau bisa menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat luas.
“Tadi yang sudah disampaikan, Pak Iqbal, mungkin ke depannya kami akan mulai menyasar segmen menengah, terutama dengan adanya dukungan kebijakan yang lebih kuat,” tambahnya.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keberlanjutan lingkungan, insentif pajak seperti pengurangan PBB bisa menjadi kunci untuk mempercepat pertumbuhan properti hijau di Indonesia.
Diharapkan pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan pengembang, tetapi juga membantu masyarakat untuk mendapatkan hunian ramah lingkungan dengan harga yang lebih terjangkau. (*)
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS