URBANCITY.CO.ID – Krisis lingkungan kini tidak lagi sekadar isu ekologi, melainkan krisis kemanusiaan yang berdampak langsung pada kesehatan dan kehidupan masyarakat. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan pentingnya peran tokoh agama, adat, dan masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif menjaga bumi sebagai warisan generasi mendatang.
Diskusi lintas agama dan tokoh masyarakat bertajuk “Kolaborasi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mendorong Kepedulian Lingkungan” mempertemukan pemimpin agama, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil. Forum ini menjadi sarana peningkatan kapasitas bersama untuk memperkuat kepemimpinan moral dalam mendorong perubahan perilaku ramah lingkungan.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kepemimpinan dan masukan dari tokoh agama serta masyarakat sangat dibutuhkan agar gerakan perlindungan lingkungan lebih berdampak luas,” ujar Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq. Ia menambahkan, forum ini juga dirancang untuk memperkuat kapasitas masyarakat agar mampu mengubah kesadaran menjadi aksi nyata.
Menteri Hanif menekankan bahwa tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki peran strategis dalam menggerakkan kesadaran kolektif. Dengan pengaruh moral dan sosial yang mereka miliki, kedua elemen ini dapat menjadi pendorong kuat bagi perubahan perilaku masyarakat menuju pola hidup yang lebih ramah lingkungan. Ia menilai, kolaborasi lintas peran ini akan memperkuat langkah pemerintah dalam menghadapi krisis lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan hidup generasi mendatang.
Indonesia menghadapi tantangan serius. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 2024 tercatat 73,53 atau “cukup baik”, namun 150 daerah masih di bawah skor 65. Dari 56,63 juta ton sampah per tahun, sekitar 34,54 juta ton belum terkelola, sementara 343 kabupaten/kota masih melakukan pembuangan terbuka. Di sisi lain, deforestasi 2023 mencapai 175 ribu hektar, dan emisi gas rumah kaca tembus 1,8 miliar ton CO₂e pada 2022.